Satu PERDA
(Peraturan Daerah) penting meluncur mulus hingga disahkan tahun 2014 lalu.
Perda ini mengatur tentang keberadaan GEPENG (Gelandangan dan Pengemis) di
jalanan kota Jogja, memang terdengar seperti angin surga bagi masyarakat. Pemerinta
kota Yogyakarta mengemban misi besar menjadikan Yogyakarta sebagai kota bebas
gelandangan dan pengemis.
“Sebenarnya perda yang disusun oleh DPRD
ini sangat indah kata-katanya. Mereka juga melibatkan
komunitas-komunitas sosial yang bersinggungan langsung dengan para gepeng.”
Ungkap Sekar, humas SSC Jogja.
Salah satu komunitas yang bersingungn langsung dan menentang
“implementasi” dari perda gepeng ini
adalah SSC Jogja. SSC Jogja atau singkatan dari Save Street Child Jogja ini merupakan komunitas yang bergerak di
bidang pendidikan dan advokasi untuk anak jalanan dan anak marjinal di kota
Jogja. Komunitas ini terinspirasi dari gerakan serupa yang terlebih dahulu
dimulai di Jakarta dengan nama yang sama. Pada pertengahan tahun 2011 mulai lah
komunitas SSC Jogja mendeklarasikan kegiatannya dengan hal yang lebih konkrit.
Sekar menambahkan, “eksekusi dari butir-butir pasal di perda tidak sesuai
denggan kenytaan yang terjadi di lapangan. Dari mulai penertiban yang dilakukan
oleh pihak terkait hingga pembinaan yang alih-alih membina karakter dan watak
malah hanya menghasilkan jiwa berontak.”
Pada awal terbentuknya, SSC Jogja hanya fokus kepada pendidikan anak-anak
jalanan saja. Namun, kenyataan pahit yang dialami anak-anak jalanan tersebut
yang membuat SSC Jogja tergerak untuk membantu mereka dalam hal advokasi. Tidak
jarang SSC Jogja juga mencoba membantu permasalahan-permasalahan lain yang
terkait dengan dilematika anak jalanan. Selain itu teman-teman volunter sedang berusaha untuk membantu
anak-anak jalanan keluar dari kesulitan ekonomi dalam bentuk memberi pelatihan
kewirausahaan demi meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pendidikan
Bidang pendidikan memang merupakan tujuan utama SSC Jogja, saat ini pun
masih fokus mengembangkan kurikulum yang akan diterapkan kepada anak jalanan. Sampai
saat ini SSC Jogja memiliki beberapa progam dalam bidang pendidikan atau
edukasi. SSC Jogja rutin menyelenggarakan pendidikan formal maupun non formal
di beberapa tempat yang telah mereka sediakan. Terhitung ada dua tempat yang
secara kelembagaan msuk dalam program kegiatan edukasi teman-teman SSC Jogja. Salah
satunya adalah kelas semi formal di daerah Tegalmojo. Di Tegalmojo
diselenggarakan kelas setiap hari rabu disetiap minggunya, disini menjalankan
beberapa materi edukasi seperti creative
class, sains class, calistung (baca, tulis, dan hitung) dan lain
sebagainya.
Ada cerita menarik dari seorang volunter
mengenai kelas yang lain selain Tegalmojo. Sabrina, volunter ini bercerita bahwa beberapa waktu lalu SSC Jogja memiliki
kelas lain yaitu di daerah Badran. Singkat cerita, warga sekitar kelas non
formal tersebut kurang nyaman dengan adanya anak-anak jalanan berkumpul di
daerahnya. Hingga suatu ketika teman-teman volunter
mendapatkan prilaku kurang menyenangkan dari warga berupa pengusiran ketika
proses belajar berlangsung. Saat ini teman-teman volunter tetap mengajar di daerah tersebut dengan cara
sembunyi-sembunyi. Di Badran juga teman-teman sering mengajarkan baca tulis Al
Quran bagi anak jalanan yang beragama Islam.
Advokasi
Mengingat adanya beberapa kasus yang menimpa anak-anak jalanan binaan SSC
Jogja, teman-teman volunter berniat ingin membantu memperjuankan hak-hak
mereka. Progam ini memang belum lama dilakukan oleh teman-teman volunter. Akan tetapi SSC Jogja sudah
berhasil merumuskan SOP mengenai pengajuan asuransi kesehatan bagi anak jalanan
yang membutuhkan layanan kesehatan gratis dari pemerintah. Banyak persoalan
mengenai advokasi dikalangan anak jalanan, terlebih setelah diterbitkannya
perda gepeng oleh pemkot Yogyakarta.
Seakan tidak ada habis-habisnya energi positif disebarkan kepada
masyarakat, bersama 18 komunitas lain di Jogja, SSC Jogja dengan tegas
menentang disahkannya perda gepeng. Dari ke-19 komunits serentak menyatakan
ketidak setujuannya terhadap perda ini. Indikasi adanya pelanggaran HAM
diserukan dan dikabarkan kepada masyarakat luas. Dalam penegakan perda tersebut
seakan membebaskan Satpol PP dalam melakukan kekerasan dalam dalih
“penertiban”. Selain itu pelanggaran HAM juga diindikasi terjadi di camp assesment. Camp assesment
sesungguhnya disediakan dinas sosial untuk membina watak dan prilaku para
gepeng, namun didalamnya terjadi banyak kekerasan terhadap anak-anak hingga
lansia.
Selain memperjuangkan issu pelanggaran HAM dibalik perda gepeng tersebut,
SSC Jogja juga tidak jarang memberi bantuan hukum kepada anak jalanan yang
terlibat kasus hukum dengan cara menggndeng LBH milik kampus UII. Beberapa
kasus hukum dapat diselesaikan dengan baik dan berkeadilan berkat bantuan hukum
tersebut. Mayoritas kasus yang menjerat anak jalanan tidak jauh dari tindak
kriminal pencurian dan lain sebagainya.
Volunter
Permasalahan yang selalu sama terjadi dikalangan komunitas di manapun
berada. Volunter, menjadi penting
ketika progra kerja yang tersusun rapi tetapi tidak ada yang menjalankannya.
Tidak terkecuali SSC Jogja, datang dan pergi volunter menjadi dinamika unik tersendiri bagi komunitas ini. Beragam latar belakang volunter, usia, dan kesibukan menjadikan
mereka tidak bisa selalu ada disetiap kegiatan rutin SSC Jogja.
“Untuk data anggota saya kurang mengetahui berapa jumlah sesungguhnya volunter, tapi sampai saat ini yang
sering ikut kegiatan dan terlibat ada belasan orang.” Papar Sekar dengan ramah.
Setiap tahunnya SSC Jogja mengadakan pendaftaran volunter atau open
recruitment. Untuk teman-teman yang tertari dalam bidang sosial,
pendidikan, advokasi ataupun yang ingin menambah jaringan dapat menunjungi blog
milik SSC Jogja atau menghubungi contact
person untuk info lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar