Senin, 01 Juni 2015

MALAIKAT PARA ANAK MARJINAL (Save Street Child Jogja)


Satu PERDA (Peraturan Daerah) penting meluncur mulus hingga disahkan tahun 2014 lalu. Perda ini mengatur tentang keberadaan GEPENG (Gelandangan dan Pengemis) di jalanan kota Jogja, memang terdengar seperti angin surga bagi masyarakat. Pemerinta kota Yogyakarta mengemban misi besar menjadikan Yogyakarta sebagai kota bebas gelandangan dan pengemis.


“Sebenarnya perda yang disusun oleh DPRD  ini sangat indah kata-katanya. Mereka juga melibatkan komunitas-komunitas sosial yang bersinggungan langsung dengan para gepeng.” Ungkap Sekar, humas SSC Jogja.
Salah satu komunitas yang bersingungn langsung dan menentang “implementasi” dari perda gepeng ini adalah SSC Jogja. SSC Jogja atau singkatan dari Save Street Child Jogja ini merupakan komunitas yang bergerak di bidang pendidikan dan advokasi untuk anak jalanan dan anak marjinal di kota Jogja. Komunitas ini terinspirasi dari gerakan serupa yang terlebih dahulu dimulai di Jakarta dengan nama yang sama. Pada pertengahan tahun 2011 mulai lah komunitas SSC Jogja mendeklarasikan kegiatannya dengan hal yang lebih konkrit.
Sekar menambahkan, “eksekusi dari butir-butir pasal di perda tidak sesuai denggan kenytaan yang terjadi di lapangan. Dari mulai penertiban yang dilakukan oleh pihak terkait hingga pembinaan yang alih-alih membina karakter dan watak malah hanya menghasilkan jiwa berontak.”
Pada awal terbentuknya, SSC Jogja hanya fokus kepada pendidikan anak-anak jalanan saja. Namun, kenyataan pahit yang dialami anak-anak jalanan tersebut yang membuat SSC Jogja tergerak untuk membantu mereka dalam hal advokasi. Tidak jarang SSC Jogja juga mencoba membantu permasalahan-permasalahan lain yang terkait dengan dilematika anak jalanan. Selain itu teman-teman volunter sedang berusaha untuk membantu anak-anak jalanan keluar dari kesulitan ekonomi dalam bentuk memberi pelatihan kewirausahaan demi meningkatkan kesejahteraan mereka.



Pendidikan
Bidang pendidikan memang merupakan tujuan utama SSC Jogja, saat ini pun masih fokus mengembangkan kurikulum yang akan diterapkan kepada anak jalanan. Sampai saat ini SSC Jogja memiliki beberapa progam dalam bidang pendidikan atau edukasi. SSC Jogja rutin menyelenggarakan pendidikan formal maupun non formal di beberapa tempat yang telah mereka sediakan. Terhitung ada dua tempat yang secara kelembagaan msuk dalam program kegiatan edukasi teman-teman SSC Jogja. Salah satunya adalah kelas semi formal di daerah Tegalmojo. Di Tegalmojo diselenggarakan kelas setiap hari rabu disetiap minggunya, disini menjalankan beberapa materi edukasi seperti creative class, sains class, calistung (baca, tulis, dan hitung) dan lain sebagainya.
Ada cerita menarik dari seorang volunter mengenai kelas yang lain selain Tegalmojo. Sabrina, volunter ini bercerita bahwa beberapa waktu lalu SSC Jogja memiliki kelas lain yaitu di daerah Badran. Singkat cerita, warga sekitar kelas non formal tersebut kurang nyaman dengan adanya anak-anak jalanan berkumpul di daerahnya. Hingga suatu ketika teman-teman volunter mendapatkan prilaku kurang menyenangkan dari warga berupa pengusiran ketika proses belajar berlangsung. Saat ini teman-teman volunter tetap mengajar di daerah tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi. Di Badran juga teman-teman sering mengajarkan baca tulis Al Quran bagi anak jalanan yang beragama Islam.

Advokasi
Mengingat adanya beberapa kasus yang menimpa anak-anak jalanan binaan SSC Jogja, teman-teman volunter berniat ingin membantu memperjuankan hak-hak mereka. Progam ini memang belum lama dilakukan oleh teman-teman volunter. Akan tetapi SSC Jogja sudah berhasil merumuskan SOP mengenai pengajuan asuransi kesehatan bagi anak jalanan yang membutuhkan layanan kesehatan gratis dari pemerintah. Banyak persoalan mengenai advokasi dikalangan anak jalanan, terlebih setelah diterbitkannya perda gepeng oleh pemkot Yogyakarta.
Seakan tidak ada habis-habisnya energi positif disebarkan kepada masyarakat, bersama 18 komunitas lain di Jogja, SSC Jogja dengan tegas menentang disahkannya perda gepeng. Dari ke-19 komunits serentak menyatakan ketidak setujuannya terhadap perda ini. Indikasi adanya pelanggaran HAM diserukan dan dikabarkan kepada masyarakat luas. Dalam penegakan perda tersebut seakan membebaskan Satpol PP dalam melakukan kekerasan dalam dalih “penertiban”. Selain itu pelanggaran HAM juga diindikasi terjadi di camp assesment. Camp assesment sesungguhnya disediakan dinas sosial untuk membina watak dan prilaku para gepeng, namun didalamnya terjadi banyak kekerasan terhadap anak-anak hingga lansia.
Selain memperjuangkan issu pelanggaran HAM dibalik perda gepeng tersebut, SSC Jogja juga tidak jarang memberi bantuan hukum kepada anak jalanan yang terlibat kasus hukum dengan cara menggndeng LBH milik kampus UII. Beberapa kasus hukum dapat diselesaikan dengan baik dan berkeadilan berkat bantuan hukum tersebut. Mayoritas kasus yang menjerat anak jalanan tidak jauh dari tindak kriminal pencurian dan lain sebagainya.

Volunter
Permasalahan yang selalu sama terjadi dikalangan komunitas di manapun berada. Volunter, menjadi penting ketika progra kerja yang tersusun rapi tetapi tidak ada yang menjalankannya. Tidak terkecuali SSC Jogja, datang dan pergi volunter menjadi dinamika unik tersendiri  bagi komunitas ini. Beragam latar belakang volunter, usia, dan kesibukan menjadikan mereka tidak bisa selalu ada disetiap kegiatan rutin SSC Jogja.
“Untuk data anggota saya kurang mengetahui berapa jumlah sesungguhnya volunter, tapi sampai saat ini yang sering ikut kegiatan dan terlibat ada belasan orang.” Papar Sekar dengan ramah.
Setiap tahunnya SSC Jogja mengadakan pendaftaran volunter atau open recruitment. Untuk teman-teman yang tertari dalam bidang sosial, pendidikan, advokasi ataupun yang ingin menambah jaringan dapat menunjungi blog milik SSC Jogja atau menghubungi contact person untuk info lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar